Kalau dari kalian ada keinginan untuk menikmati sensasi liburan yang lain, cobain salah satu National Park di Provinsi Banten ini. Yap! Ujung Kulon. Untuk info lengkapnya, Sardo Michael menceritakan trip nya saat berpetualan ke tempat yang terkenal dengan Badak Jawanya ini.
Foto dan naskah : Sardo Michael
Setelah puas memandang kemacetan setiap hari, akhirnya saya putuskan untuk melihat pemandangan yang benar-benar menyejukkan mata hingga terhanyut dalam keindahannya. Di akhir weekend beberapa bulan yang lalu, Ujung Kulon menjadi destinasi yang saya pilih.
Agar tidak repot, saya mengikuti perjalanan dengan sebuah komunitas trip yang dikelola oleh seorang sahabat. Keuntungan yang saya dapat semua jadwal perjalanan, akomodasi, makanan, home stay dan peralatan snorkeling telah diurus oleh pihak komunitas, mirip dengan travel. Jadi saya hanya membekali diri dengan hanya membawa tas kamera beserta baju seadanya.
Saya beruntung memilih pulau yang dulunya daerah pertanian namun hancur lebur dan berubah menjadi hutan akibat gunung Krakatau meletus pada 27 Agustus 1983 silam. Karena berbagai macam aktivitas dapat dilakukan di sini, mulai dari snorkeling, diving, trekking, hingga mengamati satwa dan berbagai jenis tumbuhan hanya dalam satu destinasi.
Waktunya Berangkat!
Sesuai jadwal perjalanan, Saya menuju kawasan cawang yang menjadi meeting point menuju Ujung Kulon. Tepat pukul 21:00 WIB saya berangkat bersama peserta trip lainnya menuju desa Sumur yang memakan waktu 8 jam.
Sesampai di desa sumur, Pak Matang salah satu penduduk desa menyambut kedatangan kami. Di halaman rumahnya sudah tersedia beberapa kursi untuk kami beristirahat selama 1 jam. Pak Matang memang sudah biasa bekerjasama dengan komunitas trip, ia menyediakan rumahnya untuk beristirahat dan menyediakan sarapan.
Setelah melemaskan otot karena duduk 8 jam dalam mini bus, dan mengisi perut, pukul 5:30 WIB mulailah saya dan tim melanjutkan perjalanan menggunakan kapal menuju Pulau Peucang, Ujung Kulon.
Saya begitu antusias dalam perjalanan ini. Rasanya kurang puas jika menikmati hamparan laut yang biru di geladak kapal. Karena cuaca bersahabat, saya putuskan duduk di atap kapal, merasakan guncangan kapal karena ombak kecil, lebih indah dibanding getaran bajaj di kota Jakarta. Setelah lama memandang langit dan laut biru, ternyata hempasan angin berhasil membuat saya tertidur.
Hijau dan Jernih!
Selama tiga jam perjalanan di laut, tepat pukul 08:00 WIB sampailah saya di Taman Nasional Ujung Kulon, Pulau Peucang. Sesampainya disini mata saya langsung disuguhi laut biru yang jernih tanpa ombak, dan pasir putih yang bersih. Rasa keterasingan jauh dari kota dan tidak ada signal di smartphone langsung tertepis karena keindahan alam yang terpancar, sudah saatnya saya melebur dalam perjalanan ini!
Di pulau ini hewan seperti monyet, rusa, bahkan babi hutan tampak bebas berkeliaran. Kehadiran kami seolah mengundang mereka untuk ikut membaur. Babi hutan yang biasanya dianggap garang, kali ini terlihat tenang. Ia sama sekali tidak mengganggu kedatangan para wisatawan. Kecuali para monyet yang tak bisa diam ketika salah satu diantara kami mengeluarkan makanan.
Tujuan kami berikutnya di pulau ini ialah Karang Copong atau karang mati besar yang berlubang (copong). Untuk sampai disana, kami harus menyusuri hutan hujan tropis dataran rendah Ujung Kulon selama 50 menit, setiap langkah saya dapat melihat hamparan hutan yang masih alami dengan pohon-pohon Ficus Sp yang besar. Karena berjalan kaki, saya sarankan untuk membawa air minum, dan pastikan terisi penuh agar terhindar dari dehidrasi karena perjalanan yang panjang dan membutuhkan tenaga.
Akhirnya setelah berjalan menembus hutan, melewati pantai dan beberapa tanjakan, sampailah saya di atas bukit untuk menikmati kehadiran Karang Copong, dan melihat bawah laut dengan mata telanjang karena lautnya yang biru dan jernih.
Sudah puas berdiri lama di atas bukit, teman saya ternyata mengajak saya untuk melewati si Karang Copong yang hanya bisa saya pandangi dari bukit ini. Katanya ada hidden beach di balik Karang Copong. Saya sangat beruntung, saat itu laut sedang surut, jadi saya bisa menuju hidden beach.
Ternyata aksesnya cukup susah, karena harus berjalan di atas karang tajam, lalu sedikit climbing saat berada pas di lubang karang yang besar. Setelahnya, saya dapat tersenyum lebar, akhirnya saya sampai di hidden beach ini. Lelahpun terbayar ketika melihat pemandangan yang begitu eksotis ini.
Cukup 15 menit saja saya berdiam diri mengagumi hamparan laut beserta pemandangan gunung dari hidden beach ini, karena saya harus kembali ke dermaga, berkumpul dengan teman trip lainnya lalu menuju Cihandarusa untuk ber-snorkeling ria.
Setelah lelah berjalan kaki, saya memang sangat menunggu-nunggu sesi snorkling. Ternyata untuk menuju Cihandarusa hanya memakan waktu 15 menit menggunakan kapal. Sesampainya saya memuaskan diri berenang sambil menikmati terumbu karang yang masih terjaga beserta ikan-ikan berwarna cantik. Snorkling selama 30 menitpun berlalu, waktunya saya dan teman trip lainnya beristirahat menuju Pulau Handeleum.
Kali ini perjalanan kami untuk beristirahat cukup mencekam. Hujan yang cukup deras saat malam hari membuat kami meringkuk di dalam kapal. Hanya sebuah spanduk bekas yang dapat melindungi badan kami dari air hujan, sementara nahkoda tetap berkonsentrasi membaca arah angin agar kami sampai ke Handeleum dengan selamat.
Surrounded by Wildlife
Pulau Handeleum menjadi tempat kami untuk bermalam. Jangan bayangkan saya dan teman trip lainnya memasang tenda. Kali ini kami bisa meluruskan badan, dan terlelap di atas kasur di dalam bangunan tingkat dua. Yang saya ingat, fasilitasnya terdapat 5 kamar tidur, dan tiga kamar mandi.
Meski lelah, kami tidak langsung tidur. Malam pertama di pulau Handeleum, kami nikmati dengan menyantap ikan bakar yang segar sambil bernyanyi diiringi gitar, bahkan rusa berkeliaran di depan kami. Kantuk tak tertahankan membuat kami menuju kamar masing-masing yang telah dikelompokkan.
Pukul 07:00 WIB saya terbangun, pemandangan pagi kali ini langsung disambut gerombolan rusa. Ya, para rusa inilah penduduk asli pulau Handeleum. Kali ini giliran mereka yang menonton kehadiran manusia di Pulau Handeleum. Agaknya mereka tidak lari terbirit-terbirit ketika melihat keberadaan kami, sisi positifnya saya bisa memotret rusa-rusa cantik ini.
Pukul 08:00 WIB kami menuju sungai Cigenter. Kali ini menarik, karena saya dan teman lainnya akan menggunakan sampan kecil berkapasitas 5 orang untuk menyusuri kawasan sungai Cigenter. Karena air tawar dan buaya kerap menghampiri kawasan ini, demi trip berjalan aman, kami dipandu seorang jagawana (Polisi Hutan –red).
Di sini saya dapat menyaksikan kehidupan satwa di hutan mangrove seperti kehidupan burung-burung, dan ubur-ubur transparan tak bersengat. Setelah berlama-lama mengelilingi Cigenter, kami menuju kehidupan hewan liar berikutnya, yakni Padang Savana Cidaon.
Di Padang Cidaon ini saya melihat sekumpulan banteng di sebuah padang rumput. Untuk mencapai padang rumput ini, harus trekking masuk ke dalam hutan cukup 15 menit saja. Selama trekking, kami diiringi kicauan burung yang terdengar merdu. Perjalanan tidak terlalu jauh, tanpa terasa saya langsung memandang lapangan hijau yang luas dan melihat sekelompok banteng. Tak ingin melewatkan kesempatan langka ini, saya memilih menaiki menara pengawas sambil memantau sekelompok banteng-banteng di Padang Cidaon.
Setelah puas menikmati kehidupan hewan liar, perjalanan kami pun diakhiri dengan bersnorkeling. Untungnya tempat kami bersnorkling tak jauh dari desa sumur, tempat kami beristirahat sementara dan membersihkan tubuh dari air laut setelah 20 menit bersnorkling. Minggu malam kami pun pulang bertolak ke Jakarta, meski sempat terhambat karena jalanan baru dibersihkan akibat longsor, kami tiba di Jakarta pukul 01:00 WIB. Pekerjaan sudah menanti!
How to get there
- Anda bisa mengikuti sebuah komunitas trip
- Jika ingin naik angkutan umum, bisa dimulai dari Terminal Kalideres atau Kampung Rambutan dengan bus jurusan Kota Serang. Dari Serang Anda dapat menyewa mobil Elf sampai Desa Taman Jaya.
- Untuk kendaraan pribadi ada dua alternatif jalan, melalui Kota Serang dan Pandeglang sejauh 183 km dengan jalanan rusak parah atau melalui Cilegon via Anyer dengan jarak tempuh lebih jauh 215 km.
Things to Know
- Demi keamanan, kelancaran, dan kenyamanan perjalanan di Ujung Kulon, dapat menyewa guide yang tarifnya Rp 300.000 + rokok.
- Di Pulau Peucang bisa menyewa penginapan dengan harga mulai Rp 150.000 per kamar (dengan tiga kasur).
- Wajib konfirmasi kedatangan Anda ke Pusat Kunjungan Balai Taman Nasional Ujung Kulon di Jalan Perintis Kemerdekaan Nomor 51 Labuan dengan nomor telepon (0253) 804681 atau 801731.
- Siapkan obat-obatan, lotion anti nyamuk. Jangan lupa membawa jaket, jas hujan, dan barang-barang personal lainnya.